MENUJU MEDAN JUANG BARU

00.29.00



CATATAN PEMENTASAN
UKM-K DOLANAN

by:
Rahman El Hakim

Seni sebagai perwujudan dari ekspresi tertinggi manusia merupakan jalan panjang dan dipenuhi kerikil tajam yang harus benar-benar dihadapi oleh semua manusia yang memilih jalan untuk menerjunkan diri ke dalamnya.
Drama (teater) sebagai satu dari beberapa pilihan yang ada di dalam ranah seni merupakan jalan pedang yang menuntut para pelakunya untuk terus menerus berproses mencari, menggali, dan mengeksplorasi segala hal untuk menemukan pembaruan-pembaruan di dalam karyanya.
Pada tanggal 17 Februari 2017, saya berkesempatan menikmati sajian pentas teater teman-teman UKM Kesenian Dolanan Fak. Tekhnologi Pertanian yang menampilkan naskah berjudul “Menuju Medan Juang Baru”.
Beberapa hal yang menjadi catatan penting dan saya merasa perlu untuk menuliskannya sebagai wujud apresiasi saya meliputi: 1) Aktor; 2) Ilustrasi; 3) Lighting.
1.             Aktor
Aktor merupakan elemen penting yang mencitrakan dan mewujudkan teks naskah/script yang sudah ditulis dan/atau dipilih oleh sutradara. Karena posisi inilah maka seorang actor tidak bisa sekedarnya saja di dalam menampilkan karakter tokoh yang diperankannya. Seorang actor membutuhkan banyak komponen dasar yang menjadi landasan pemerannya di atas panggung.

a.       Acting
Actor-aktor yang terlibat dalam produksi kali ini lebih banyak diisi oleh anggota-anggota baru UKM-K Dolanan, hanya 3 orang saja yang merupakan actor yang sudah pernah terlibat dalam produksi sebelumnya.
Hal ini menjadikan beban yang dimiliki oleh actor-aktor yang baru memulai langkah untuk berproses terlihat sangat berat. Vocal yang kurang maksimal, acting yang terburu-buru ingin cepat selesai, kemampuan membangun dan menjaga tempo permainan dan beberapa hal dasar lainnya.
Semua kekurangan ini walaupun tidak begitu jelas tergambar tetapi masih sangat perlu untuk terus diasah dalam latihan-latihan dasar setelah proses kali ini selesai. Jika proses penguasaan kemampuan-kemampuan dasar teater dan keaktoran terus dilatih sehingga menjadi kebiasaan, saya rasa semua actor yang terlibat dalam proses kali ini memiliki potensi luar biasa untuk menggarap naskah-naskah yang lebih serius bobotnya.

b.      Kontrol Emosi
Emosi merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Ada banyak definisi tentang emosi manusia, tetapi secara garis besar bisa dirangkum menjadi 8 macam: marah, sedih, jengkel, kecewa, senang, bahagia, iri, cinta.
Emosi-emosi yang muncul di dalam pementasan kali ini, masih belum bisa sepenuhnya bisa dikontrol oleh para aktornya. Para actor masih belum bisa merespon suasana yang ada di dalam naskah dan sudah diarahkan oleh sutradara. Banyak actor yang masih terbawa pada suasana emosi lawan main sehingga dia melupakan karakter (emosi) dari tokoh yang diperankannya sendiri.

c.       Kesadaran Panggung
Panggung merupakan area paling sacral, paling bebas, dan tempat di mana seorang actor menjadi penguasanya. Panggung seberapapun ukurannya, maka tetap harus direspon, harus disadari sehingga peran actor menjadi benar-benar hidup dan mampu memberikan ‘sesuatu’ kepada dirinya, lawan main, dan penonton.
Seorang actor yang sadar dengan panggung adalah actor yang mampu merespon segala hal terjadi di atas panggung, misalnya: lupa dialog, property rusak, lompat adegan, dll.
Selain itu, kesadaran panggung juga menentukan seberapa besar seorang actor memainkan perannya tanpa harus berlebih maupun berkurang dari yang sudah digariskan. Begitu juga seorang actor juga harus mampu membangun motif dan momentum untuk aktingnya.

d.      Totalitas
Seorang actor yang sudah diberikan kepercayaan dalam sebuah produksi teater—sejak dari proses latihan sampai pasca pementasan—harus mencurahkan tubuh, pikiran, dan batinnya untuk menghasilkan penokohan yang benar-benar sesuai dengan keinginan sutradara dan naskah. Tafsir perwatakan bisa saja bermacam-macam, dan kreatifitas seorang actor benar-benar dibutuhkan untuk memberikan tawaran kepada sutradara tentang watak, gerak, dan acting dari tokoh yang diperankan. Hal ini jelas membutuhkan totalitas dari seorang actor.

e.       Rasa
Hal terakhir yang harus dicapai dalam pementasan teater adalah ‘rasa’ yang merupakan tawaran sudut pandang baru/berbeda kepada audience. Tawaran sudut pandang ini bisa saja berupa acting, cara berdialog, cara melafalkan, dan ciri khas-ciri khas yang dimiliki oleh setiap actor yang terlibat dalam produksi.

Pada pementasan naskah “Menuju Medan Juang Baru” kali ini ada beberapa hal yang harus dicermati, dikaji ulang, dan direkkonstruksi ulang baik oleh sutradara maupun oleh actor.
1).     Witono
Sebagai tokoh utama, pemeran Witono masih perlu untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan dasar teaternya—vocal, mimik wajah, gestur, respon, dan kesadaran panggung—sehingga pada produksi selanjutnya bisa lebih mengeksplorasi watak, gerak, psikologis peran, dan juga lebih bisa merespon panggung dan lawan main.

2).     Kakek Buang
Karakter Kakek Buang sebenarnya sudah cukup bagus. Beberapa hal yang mungkin harus lebih digali adalah tafsir mengenai usia, perawakan fisik, kebiasaan duduk, berjalan, dan juga cara bicara. Apakah seorang kakek harus terbungkuk-bungkuk ketika berjalan? Buat saya tidak juga, karena usia dan daerah tempat tinggal juga berpengaruh. Laki-laki yang tinggal di desa tentu saja tidak akan sama dengan laki-laki yang tinggal di daerah perkotaan. Vocal tentu saja seorang laki-laki—apalagi kakek-kakek—harus berbeda dari laki-laki setengah baya atau orang muda.

3).     Nenek Buang
Hampir sama dengan Kakek Buang, sosok nenek yang muncul dalam pementasan sudah cukup bagus. Karakter ‘Jawa’ dalam sosok nenek begitu kental dan muncul, walaupun volume vocal masih sangat perlu ditingkatkan lagi. Penafsiran terhadap karakter nenek juga perlu dieksplorasi lebih luas sehingga bisa lebih hidup dan lebih natural.

4).     Supik
Karakter ‘Supik’ yang ada dibenak saya ketika membaca naskah Menuju Medan Juang Baru adalah seorang perempuan muda (tetangga Witono) yang ceriwis, suka gosip, cerewet, dan sok tahu. Karakter yang muncul di atas pentas adalah karakter Supik yang terlalu terburu-buru ingin cepat selesai beradegan, ragu-ragu ketika ingin ‘moving’, dan maaf minim improvisasi ketika di atas panggung. Satu hal yang menarik adalah volume vocal actor Supik yang cukup kuat sehingga sedikit banyak menutupi kekurangan-kekurangan yang dimilikinya.

5).     Bu Giyah
Karakter Bu Giyah juga serupa dengan Supik, hanya saja usianya yang berbeda. Basic sifat keduanya hampir mirip—cerewet, suka gossip, sok tahu, dan kenes—sehingga harapannya kedua tokoh ini mampu memberikan warna berbeda ketika di atas panggung. Yang terjadi di atas panggung, karakter Bu Giyah seolah-olah robot yang meng-copy paste arahan sutradara dan asisten sutradara sehingga benar-benar minim kreativitas ketika di atas panggung.

6).     Teman 1 dan/atau Warga 1 (Bengi)
Ada perbedaan yang sangat besar antara actor yang bersungguh-sungguh, setengah bersungguh-sungguh, dan belum bersungguh-sungguh. Karakter Teman 1 dan/atau Warga 1 yang diperankan oleh saudara Bengi sebenarnya cukup baik. Karakter penokohan yang muncul di atas panggung cukup mampu menghidupkan adegan yang dibebankan kepadanya. Sayangnya lawan main kurang mampu untuk merespon karakter tersebut sehingga adegan menjadi tidak berimbang.

7).     Teman 2 dan/atau Warga 2
Karakter Teman 2 dan/atau Warga 2 belum begitu Nampak. Hal ini mungkin disebabkan kemampuan-kemampuan dasar teater—seperti halnya actor Supik, Bu Giyah, dan Nenek—belum begitu dikuasai. Termasuk juga waktu proses latihan yang kurang maksimal menyebabkan perbedaan yang mencolok antara karakter Teman 1 dan/atau Warga 1 dengan Teman 2 dan/atau Warga 2.

8).     Teman 3 (Kacang)
Seperti halnya karakter Teman 1 dan/atau Warga 1, karakter Teman 3 sudah cukup mampu menghidupkan karakter yang dipercayakan kepadanya. Tetapi stamina dan konsentrasi masih perlu ditingkatkan lagi. Improvisasi dan kreatifitas ketika di atas panggung adalah tawaran seorang actor kepada sutradara dengan catatan tidak melenceng dari frame yang sudah ditentukan naskah dan sutradara.

9).     Hendra
Tokoh Hendra kehilangan powernya ketika dia berada pada adegan yang penting sebagai awalan untuk menuju pada klimaks cerita. Tokoh Hendra yang muncul di atas panggung adalah tokoh Hendra yang kehilangan konsentrasi, focus, dan keyakinannya pada karakter yang dibawakannya.

10).   Pak Giyon
Tokoh yang saya puji sekaligus saya caci. Pak Giyon yang muncul di atas panggung adalah karakter Pak Giyon yang memiliki power keaktoran paling baik jika dibandingkan dengan actor lainnya. Pak Giyon yang muncul di atas panggung adalah sosok laki-laki muda kaya, punya harta melimpah, sok modern, tidak memiliki pendidikan yang cukup, dan suka memerintah.

Karakter ini cukup mampu menghidupkan dan menaikkan tensi permainan ketika actor lain terlalu lambat memainkan tempo permainan. Pak Giyon yang muncul di atas panggung terlihat begitu kuat powernya sehingga ketika dia beradegan dengan Kakek Buang, adegannya menjadi sebuah point tersendiri.
Satu hal yang saya sayangkan adalah control emosi, kesadaran panggung, dan kreatifitas dari actor Pak Giyon yang belum mampu untuk melepaskan diri dari bayang-bayang peran sebelumnya. Hal ini membuat improvisasi actor Pak Giyon menjadi sedikit tanggung.

2.             Ilustrasi
Perbedaan mendasar antara pentas music dengan ilustrasi teater adalah pentas music memainkan alat music untuk menghasilkan nada yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Ilustrasi Teater tentu saja berbeda karena music yang dimainkan harus mengiringi dan menciptakan suasana yang sesuai dengan adegan demi adegan yang ada di atas panggung.

Pembiasaan, eksplorasi, literature, dan sering menonton pementasan besar dari kelompok-kelompok seni lain merupakan cara untuk mengasah kepekaan seorang illustrator music yang nantinya bisa dia kembangkan ketika mengiringi sebuah pementasan.

Konsentrasi, totalitas, dan sikap merupakan komponen-komponen dasar yang harus terus menerus ditanamkan di dalam diri masing-masing pemain music yang dipercaya menjadi illustrator sebuah pementasan.

3.             Lighting
Hampir di semua pementasan teater yang dilakukan oleh teman-teman Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian yang ada di kampus memiliki permasalahan yang sama ketika membahas ‘lighting’, yaitu kurangnya penguasaan terhadap alat—lampu, tabung, dan dimmer—menjadi kompenen utamanya.

Selain music ilustrasi, lighting adalah komponen penting dalam mendukung sebuah pementasan. Pencahayaan yang baik akan mampu menghidupkan dan memberikan dimensi suasana berbeda baik kepada actor dan juga audience.

Berbeda dengan music ilustrasi, lighting hampir tidak pernah berlatih untuk menguasai atau bahkan menciptakan pencahayaan yang menarik ketika pementasan berlangsung. Pencahayaan (lighting) umumnya disetting sebelum acara dimulai (H-1 atau H-2), sehingga lighting sangat sering kurang sesuai dengan adegan yang sedang terjadi.

Secara personal saya mengucapkan “Selamat” kepada teman-teman UKM-K Dolanan Fakultas Tekhnologi Pertanian yang telah berani dan menyelesaikan pementasan “Menuju Medan Juang Baru”.
“Bertarung melawan harimau harus menggunakan seluruh kemampun, bertarung melawan semut pun menggunakan seluruh kemampuan,” begitu yang pernah disampaikan orang bijak jaman dahulu. Artinya dalam setiap proses penggarapan teater, seorang actor, sutradara, pemusik, lighting-man, dan kru harus benar-benar mengerahkan segenap kemampuan terbaiknya untuk menghasilkan sebuah pementasan yang memuaskan.

Salam

Jember, 20 Februari 2017
18.00 wib

karena manusia
harus menulis sejarahnya
dengan kata pun bukti nyata
CINTA


You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook