CATATAN PEMENTASAN "LARAS II" UKM Kesenian TIANG FKIP UNEJ
Gedung PKM, 10 Juni 2016
Setiap kali ada pementasan drama/teater, senyampang saya punya waktu dan kesempatan, saya selalu berusaha untuk hadir dan menikmati suguhan pementasan tersebut. Malam ini saya berkesempatan menikmati garapan teman-teman UKMK Tiang FKIP Unej di gedung PKM.
Pementasan berdurasi kurang lebih satu jam, mengusung naskah berjudul “LARAS II” menjadi semacam obat dan vitamin bagi proses berkesenian saya. Setelah sore harinya saya menghadiri acara “NGAPUSI (Ngabuburit Puisi)” di Politekhnik Negeri Jember, yang jujur saja tidak sesuai dengan harapan dan imajinasi saya.
Ada beberapa hal yang saya pelajari dari pementasan teman-teman UKMK Tiang kali ini. Sejak pertama kali melihat pementasan mereka sekitar tahun 2004/2005, yang terbiasa menggarap naskah yang cukup berat semisal Opera Sembelit, Kapai-kapai, maupuan naskah-naskah teater yang sudah dianggap standart untuk pementasan teater level mahasiswa maupun festival teater di Indonesia. Kali ini teman-teman UKMK Tiang memilih menggarap naskah dengan tema yang juga cukup berat tetapi dengan bentuk garapan komedi satir yang cukup menarik.
Naskah “LARAS II” menceritakan tentang Suryo yang memiliki burung perkutut yang dinamakan Laras. Suatu hari, Laras ditemukan hilang dari tempatnya biasa digantung dan dijemur. Suryo merasa ada yang sengaja mencuri burungnya, karena alasan-alasan pribadi. Suryo kemudian menuyuruh pembantunya (Rejo) untuk melaporkan hal ini kepada Pak Lurah agar dia bisa mendapatkan bantuan penyelesaian permasalahannya, juga Laras bisa diketemukan kembali. Peristiwa ini kemudian menjadi dasar dari konflik-konflik yang terjadi dan menjadi premis (proposisi) dari alur cerita. Suryo kemudian menuduh Lasmini (mantan istrinya), Asri (mantan pacarnya), dan juga Juminto (saingannya dalam merebut hati Juminten, istrinya yang sekarang) berdasarkan isu dan perkataan orang lain, bukan berdasarkan fakta yang ada. Akhir cerita, ternyata Laras dijual oleh Juminten karena dia merasa Suryo sudah tidak bisa memelihara Laras dengan baik. Suryo akhirnya merasa menyesal telah menuduh orang-orang tersebut. Dan cerita diakhiri dengan mengambang, tidak diceritakan ending dari sikap Suryo kepada Juminten karena telah menjual Laras, burungnya.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan saya dalam pementasan ini, yaitu:
1. Tata panggung yang cukup menarik dengan setting yang sederhana tetapi benar-benar mencerminkan sebuah rumah seorang yang cukup kaya di desa. Hal ini menarik karena tentu saja setting panggung ini dibuat berdasarkan realitas yang ada di kehidupan nyata.
2. Properti yang digunakan tidak terlalu berbelit dan sudah umum ada di kehidupan nyata. Hal ini tentu saja memudahkan para aktor dan juga team properti dalam menyediakan properti dan mengeksplor penggunaannya di atas panggung.
3. Tata lampu yang menggunakan konsep stagnan tetapi dengan penataan warna yang tepat, menyebabkan suasana adegan demi adegan menjadi menarik. Sangat jarang ditemui tata lampu yang dibuat stagnan di sebuah pementasan yang digarap oleh teman-teman UKM di kampus. Saya merasa sutradara benar-benar memperhatikan tata lampu, dan memilih bermain aman dengan menata warna lampu dibanding menggunakan lampu secara manual menyesuaikan adegan yang ada di atas panggung.
4. Keaktoran yang cukup matang. Hal ini sangat nampak ketika aktor Juminto melakukan kesalahan mengucapkan dialog di babak akhir, dia langsung bisa merespon kesalahannya dan melakukan improvisasi sehingga penonton tidak begitu menyadari kesalahan pengucapan dialog tersebut, tetapi menyangka bahwa kesalahan tersebut sebagai bagian acting untuk menghidupkan suasana di atas panggung.
Namun begitu, saya juga menemukan beberapa hal yang agak mengganjal dalam pementasan kali ini. Hal-hal detil yang mungkin luput dari perhatian sutradara maupun team produksi lainnya.
1. Vocal aktor. Ada beberapa dialog yang tidak terdengar sampai ke deretan belakang penonton, karena volume vocal aktor terlalu lemah. Hal ini menyebabkan beberapa dialog harus diraba dan diperkirakan sendiri oleh para penonton. Selain itu, kecepatan melafalkan dialog juga di beberapa dialog banyak yang terlalu cepat. Memang di kehidupan nyata, sangat sering kita mengucapkan sesuatu dengan sangat cepat karena emosi yang sedang meluap-luap, tetapi hal ini harusnya bisa diperhatikan oleh Sutradara maupun aktor bahwa keadaan di atas pentas tidak sama dengan kondisi di kehidupan nyata.
Vocal seorang aktor harus memenuhi dua hal, yaitu: 1). Suara terdengar jelas sampai pada penonton paling belakang; 2). Makna huruf, kata, dan kalimat ketika diucapkan oleh aktor dengan pendengar tidak berubah dikarenakan pelafalan dan kekuatan volume suara aktor tidak terpecah ketika mengucapkan dialog.
Vocal seorang aktor seharusnya seperti kita melemparkan batu, sejak dilepaskan dari tangan, batu tersebut sampai dengan utuh di tempat tujuannya. Bukan seperti orang melempar pasir atau tanah yang dikepal, sejak dilepas dari tangan mungkin dia masih utuh, tetapi di tengah perjalanannya menjadi tercerai berai.
2. Keberfungsian setting panggung, di mana ada hiasan taman dengan air mancur. Jika memang taman dan air mancur adalah sesuatu yang memang benar-benar ‘urgen’, maka taman dan air mancur bisa dibuat dan diletakkan sesuai kebutuhan panggung dan adegan dalam naskah. Tetapi jika memang tidak begitu penting, alangkaha baiknya jika properti tersebut disesuaikan porsi dan kegunaannya di atas panggung.
3. Pada beberapa dialog, suara air mancur malah terdengar lebih jelas dibandingkan dengan vocal aktor. Hal tentu saja mengganggu kenikmatan penonton dalam menikmati sajian pementasan.
4. Komposisi pemain di atas panggung. Hal ini terkadang terjadi tanpa disadari oleh aktor, maupun sutradara karena suasana di atas panggung sedang mengalami puncak emosi (klimaks) sehingga para aktor ‘kurang’ sadar dengan panggung. Maksudnya ‘sadar panggung’ adalah para aktor menyadari bahwa panggung itu cukup lebar, dan semua aktor tidak boleh berada di satu titik saja di atas panggung, tetapi harus memberikan isi agar mampu memberikan ruang yang cukup bagi terjadinya adegan demi adegan.
Beberapa hal di atas adalah hal-hal yang memang harus diperhatikan oleh seluruh komponen pementasan yang terlibat dalam produksi pementasan. Selain sebagai sebuah catatan, hal-hal tersebut di atas sekaligus bisa dijadikan bahan evaluasi dan pembelajaran untuk produksi selanjutnya.
Secara utuh, pementasan Laras II sangat menarik untuk dinikmati sebagai sebuah pertunjukan, sebagai sebuah tontonan di tengah begitu maraknya pementasan yang mengedepankan simbol (surealis dan absurd) di lingkungan teater kampus.
Salam seni dan budaya
Jember, 10 Juni 2016
23.45 wib
Ini adalah tugu peringatan peristiwa bersejarah di Bondowoso. Tugu peringatan "Agresi Militer Belanda II" di Kabupaten Bondowoso. Tugu yang berada di lereng Gunung Purnama, Desa Purnama, Kecamatan Tegalampel, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Tugu yang menandai kekejaman penjajah Belanda yang membonceng NICA pada tahun 1947 dan tahun 1949. Tugu yang memberikan bukti bahwa rakyat Bondowoso tidak rela Belanda menjajah Indonesia. Tugu yang membuktikan bahwa TNI mampu bekerjasama dengan rakyat, bahu membahu melakukan perlawanan terhadap pihak asing yang ingin menjajah negeri tercinta. Tugu yang membuktikan bahwa persatuan dan kesatuan itu dibangun dengan pengorbanan darah dan ribuan nyawa. Tugu yang membuktikan bahwa NKRI adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Tugu ini menceritakan tentang resimen gerilya yang dipimpin oleh Pak Djegal (nama julukan karena keberaniannya) dengan dibantu oleh rakyat dalam mencegat usaha Belanda untuk memasuki wilayah Bondowoso melalui arah Utara--Panarukan. Tugu ini terdiri dari empat sisi yang di bagian dasar (pondasi) berisi nama-nama anggota pasukan yang tergabung dalam resimen ini.
Sayangnya kondisi tugu peringatan ini sangat mengenaskan. Cat, pagar, dan bagian prasasti peresmian dan nama-nama anggota pasukan sudah sangat memprihatinkan. Catnya terkelupas di sana sini, tanpa adanya pembaruan. Prasasti peresmian dan nama anggota pasukan sudah retak-retak. Pagar tugu ini yang terbuat dari besi sudah karat dan sudah rusak cukup parah. Di tambah lagi, masyarakat sekitar menjadikan sekitar tugu sebagai tempat menambatkan sapi dan membuang kotoran sapi, sehingga area sekitar tugu sangat kotor.
Sungguh sayang, sebuah tugu peringatan yang seharusnya menjadi warisan kepada generasi berikutnya menjadi tidak menarik untuk di datangi, dan kemungkinan kalau dibiarkan akan roboh tergerus perubahan musim yang semakin tidak menentu.
Salam
Di mana-mana yang namanya pohon kelapa sudah pasti tidak bercabang karena pohon kelapa masuk pada keluarga tumbuhan monokotil (cocos nucifera L.). Tetapi ada kalanya sesuatu diberikan anugerah yang berbeda dari umumnya, termasuk pohon kelapa.
Pohon kelapa di Desa Pejaten, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur ini batangnya memiliki cabang bukan hanya satu, tetapi dua. Batang pohon kelapa ini bercabang sehingga menjadi sesuatu yang unik dan aneh tetapi nyata.
Pohon kelapa ini tumbuh di halaman masjid yang usianya termasuk tua di wilayah Desa Pejaten. Ada banyak mitos dan cerita aneh yang timbul berkaitan dengan pohon kelapa bercabang ini, bahkan sampai sekarang masih banyak orang--termasuk masyarakat sekitar--yang mempercayai bahwa buah kelapa dari pohon kelapa bercabang ini memiliki khasiat yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
Sungguh Allah Ta'ala menciptakan segala sesuatu dengan begitu sempurnanya dan dengan tujuan yang harus kita renungkan bersama.
Salam
JUNGKIR BALIK
Rahman El Hakim
ِبسْمِ الله الرَّ حْمن ِالرَّ حِيْمِ
وَلاَ تَمَْشِ فِى اْلاَرْضِِِ مَرَحًا اِنَّكَ لَنْ تَخِْرقَ اْلاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ اْلجِبَالَ طُوْلاً
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak sampai setinggi gunung”
(Q.S. Al - Israa : 37)
Aktor I :
Angin kembara …
Adakah serunai musim ‘kan terus berdendang?
Adakah kelepak sayap-sayap pipit masih terus berayun
Di batang-batang padi?
Terdiam …
Renungku terpasung mimpi-mimpi ilalang
Aktor II :
Ha ……. Ha …. Ha ….. siapakah kau yang begitu pedih menangisi angan-angan! Ha … ha … ha …
Cukup air mata
memandikan kesunyian ini
bukan mendung yang bercerita tentang hujan
juga iramanya yang bertetes luka
Aktor I :
Apakah manusia tidak ingin mengambil hikmah dari burung-burung?
Apakah manusia tidak mau berguru pada makhluq lainnya?
Pada siapakah seharusnya kita berkaca?
Bukankah tiap detik tiap menit dosa-dosa terus bertambah?
Aktor III :
Aku terbang di antara gerimis
Melintasi jenuh bosanku
Butir-butir air menyerpih dalam pangkuan acuhku
Dan bayangmu pucat di batas khayalku
Kenapakah hati harus di iris perih
Duhai …… Indonesiaku ………..
Sajakku berkabung di tengah udara
Aktor II
Ha ...... ha ……... ha …….
Saat kata kehilangan fitrahnya
Kala kalimat menghablur dalam maya
Kemana huruf harus bersandar?
Kemana bait-bait sajak doa akan dikiblatkan?
Ha … ha … ha …
Aktor III :
Sepi bertabur air mata
Sunyi di ikat duka nestapa
Lirih terdengar luka-luka mayapada
Rintihan menghiba para Pengelana ………
Di puncak Mahameru terukir do’a-do’a
Di tengah hening rimba Arjuna terpahat dzikir rahasia
Di damai sabana Argopuro berkumandang wirid Semesta
Aktor I :
Hidup …….
Sebenarnya apakah sejatinya ?????
Bagaimanakah bertemu HIDUP ???????
Lapar inikah?
Haus inikah ?
Dengan secuil harap luruh dalam tetes-tetes air mata …….
Aktor II :
Ha … ha …. ha … bukankah manusia di berikan hak sepenuhnya memanfaatkan bumi, alam semesta seisinya? Apakah kau iri padaku yang punya kekuatan menentang badai, menggenggam belantara, meremuk redamkan laut dan langit? Ha ……… ha …….. ha ………
Aktor I :
Sakitkah bila tawa tak lagi punya suara?
Perihkah bila tangis telaga tak lagi punya air mata?
Pedihkah saat kata terikat ruksa?
Mengapa jendela itu di paksa berwarna?
Sedang udara terdiam dalam puja!
Mengapa helai-helai estetika di peluk rengsa?
Sedang Jingga lafadzkan semerbak Makna!
Aktor II :
Phuah ………. !!!!!
Tidak kau dengarkah jerit tangis mereka! Tidak kau dengarkah tangis bisu korban-korban itu! Bukan kata-kata ! Bukan kalimat yang dibutuhkan dada-dada tipis papan kerempeng itu! Bukan kepasrahan! Bukan kepengecutan saling menyalahkan! Dengar … dengar …. Dengarkanlah dengan tegak!!!!
Aktor I :
Bukankah kau yang telah jungkir balikkan hijau rimba belantara itu? Bukankah kau yang telah porak-porandakan hamparan sabana zamrud khatulistiwa … Mengapa sembunyi di balik bencana?!!! Mengapa sembunyi di balik mayat-mayat yang membusuk itu? Kenapa ….. ? Kenapa …… ? Kenapa ……… ?
Aktor III :
Duduk di tempat yang datar bersama seluruh Semesta
Sebenarnya siapakah makhluq yang diberi nama Manusia?
Seonggok daging dan tulangkah?
Tumpukan sel dan darahkah?
Ataukah hanya timbunan sampah belaka?
Air mataku mengerut dalam badai peradaban
Air mataku memuai di tengah rimba kebudayaan …
Aktor II :
Argh …….. aaarrrrgggghhhhh ………. Dalam tiap batang kayu yang ku tebang telah pula ku bagi nimati bersama-sama! Setiap hektar rimba yang musnah telah pula kusedekahkan pada wajah-wajah berdasi itu kenikmatan duniawi!
Haruskah aku yang dipersalahkan saat banjir banding datang? Haruskah aku yang dipersalahkan saat longsor menerjang? Lalu dimanakah keadilan dan kebijaksaan bertahta? Bangsat ….. bangsatlah ……… kalian semua ………..
Epilog :
“AMENANGI JAMAN EDAN
SWUHAYA ING PAMBUDI
MELU EDAN NORA TAHAN
YEN TAN MELU ANGLAKONI
BOYA KEDUMAN MELIK
KALIREN WEKASANIPUN
DILALAH KERSA ALLAH
BEGJA-BEGJA WONG KANG LALI
LUWIH BEGJA WONG KANG ELING LAN WAN WASPODO”
(Syair R. M. Ng. Ronggo Warsito; 1802 – 1873 M; “SERAT KALATIDHA”)
Bondowoso, 9 Oktober 2009
10. 24 WIB
renungan panjang jungkir baliknya jiwaku
SESEORANG YANG KUPANGGIL
part XII
kemarin pagi aku menunggumu di simpang jalan ini
berharap engkau mampir
dan kita pun saling bertukar mimpi
rerumputan yang menggelitik di sela kaki
makin sesakkan gelisahku
ah, ternyata kau menyapaku
lirih sedikit muram
hujan
mari menari
kau permainkan angin
aku mempermainkan dingin
mengeja keinginan sekuntum kerinduan
ah, jangan terburu membadai sebentar berlari lalu
belum luruh lumpur kalbuku
mari! marilah saling mencuci kebencian
hujan
Bondowoso, 26 Mei 2016
02.12 wib
ah, ternyata kau menyapaku
lirih sedikit muram
hujan
mari menari
kau permainkan angin
aku mempermainkan dingin
mengeja keinginan sekuntum kerinduan
ah, jangan terburu membadai sebentar berlari lalu
belum luruh lumpur kalbuku
mari! marilah saling mencuci kebencian
hujan
Bondowoso, 26 Mei 2016
02.12 wib
SESEORANG YANG KUPANGGIL
part XIII
menepilah sebentar duhai senja
masih kusimpan di bilik sebelah
sebakul sepi berlauk sunyi
yang marilah kita bagi
nikmati berdua
jangan! jangan relakan gelayut kelabu
awan yang muram mengganggu
hingga larutkan kesempatan
jadikannya hujan
kepedihan
ah, bawalah juga sedikit dingin di ujung gang itu
jadikan ia sekelumit warna dalam percakapan kita
tentang waktu, jarak, dan muara
rindu
O...
Jember, 10 Juni 2016
04.18 wib
SELAMAT TAHUN BARU 2014
Sungguh patut disayangkan bahwa kita ini semenjak kecil biasanya hanya memperoleh petunjuk-petunjuk saja, bagaimana untuk dapat menjadi seorang yang baik, yang benar, yang sabar dan sebagainya. Seolah-olah kebaikan itu dapat dipelajari! Seolah-olah kebenaran itu mempunyai garis tertentu! Seolah-olah kesabaran itu dapat dibuat! Biasanya, kalau kita mendendam, kalau kita membenci, kalau kita marah, kita dinasehati untuk bersabar. Kita dinasehati untuk mengendalikan diri, mengendalikan kemarahan itu, menekannya dengan kesabaran, dengan mengingat bahwa kemarahan itu tidak baik, kesabaran itu baik dan sebagainya.
Kita diajar untuk menjauhi kemarahan, kebencian dan lain-lain itu seperti menjauhi penyakit, dan kita dipaksa untuk berpaling kepada kesabaran, cinta kasih antara sesama, kebaikan dan sebagainya. Semua ini membuat kita seperti sekarang ini, penuh dengan teori-teori tentang kebajikan, kebaikan, teori-teori kosong yang sama sekali tidak kita hayati dalam kehidupan, karena penghayatan dalam kehidupan melalui teori-teori ini hanya merupakan peniruan belaka, dan setiap bentuk peniruan tentu mendatangkan kepalsuan dalam tindakan itu karena di balik itu sudah pasti mengandung pamrih.
Sejak kecil kita diajarkan untuk menjadi orang baik sehingga kita selalu ingin disebut baik, kita mempunyai anggapan baik itu searah dengan senang, atau baik itu mendatangkan senang di hati. Maka“perbuatan baik” yang kita lakukan itu, jika kita mau membuka mata mengenal diri sendiri, bukan lain hanyalah merupakan suatu daya upaya atau jembatan bagi kita untuk memperoleh hasil yang menyenangkan itu tadi saja. Hasil yang dianggap akan mendatangkan kesenangan dari perbuatan baik, dan hasil yang menyenangkan itu bisa saja berupa kesenangan bagi lahir maupun batin.
Mungkin bersembunyi di bawah sadar, namun karena pendidikan budi pekerti yang diberikan kepada kita semenjak kecil, maka kita selalu berbuat baik dengan harapan agar memperoleh buah dari perbuatan itu yang tentu saja akan menguntungkan atau menyenangkan kita lahir batin.
Bisa saja kita menyangkal bahwa hal ini tidak benar, akan tetapi setiap perbuatan yang kita anggap sebagai perbuatan kebaikan, yang kita lakukan dengan unsur kesengajaan untuk berbuat baik, sudah pasti mengandung pamrih, biar pamrih itu bersembunyi di bawah sadar sekalipun! Maka, yang penting adalah mengenal apakah perbuatan tidak baik itu!
Kita tahu dan mengenal tindakan-tindakan palsu dan tidak baik itu, kita mengenal dan sudah mengalami betapa nafsu-nafsu seperti marah, benci, dendam, iri, serakah itu mendatangkan hal-hal yang amat buruk. Untuk dapat terbebas daripada dendam, bukanlah hanya sekedar belajar sabar! Memang, dengan kesabaran atau mengendalikan diri, kemarahan dapat saja berhenti, nampaknya lenyap dan padam, akan tetapi sesungguhnya, api kemarahan itu masih belum padam, hanya tertutup oleh kesabaran yang dipaksakan menurut ajaran-ajaran itu tadi. Seperti api dalam sekam. Sekali waktu api itu akan berkobar lagi, mungkin lebih hebat, untuk dikendalikan dan ditutup lagi oleh kesabaran, dan lain kali berkobar lagi,ditutup lagi, maka kita pun terseret ke dalam lingkaran setan seperti keadaan hidup kita sekarang ini!
Mengapa kita harus lari dari kenyataan kalau sekali waktu amarah atau benci datang? Mengapa kita harus menyembunyikan diri ke balik pelajaran kesabaran untuk melarikan diri dari kemarahan? Mengapa kita tidak berani menghadapi kenyataan itu bahwa kita marah? Mari kita mencoba untuk menghadapinya. Setiapkali kemarahan timbul, setiap kali kebencian, iri hati, dan sebagainya datang ke dalam batin kita. Kita hadapi semua itu, kita amati, kita pandang, kita pelajari tanpa melarikan diri, tanpa ingin sabar, ingin baik dan sebagainya lagi! Dengan pengamatan ini, dengan kewaspadaan ini, dengan perhatian ini, maka kita akan awas, dan sadar, kita akan melihat bahwa kemarahan dan kita tidaklah berbeda, maka tidaklah mungkin melarikan diri dari kemarahan yang sesungguhnya adalah diri kita sendiri, pikiran kita sendiri, si aku itu sendiri. Kita hadapi saja, amati saja, pandang saja, dan akan terjadilah sesuatu yang luar biasa,yang tak dapat diteorikan, hanya dapat dihayati, dilakukan pada saat semua itu timbul!
"Man arofa nafsahu faqod arofa robbahu"
Barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mampu mengenal Tuhan-Nya.
Semoga
Bondowoso, 29 Januari 2014
19.00 wib
*merenung sendiri tentang diri sendiri dan segala apa yang telah dilakukan diri
Malam ini menikmati keramaian yang tiba-tiba saja mengusik ketenangan kota kecilku, Bondowoso yang di dalam peta Indonesia hampir bahkan tidak tercantum dengan jelas. Keheningan yang biasanya menjadi teman dalam melewati malam, tiba-tiba saja berganti dengan hingar bingar sound system yang bergemuruh dari alun-alun. Konser Wali band dan penyanyi dangdut (semoga tidak salah tulis) Zaskia Gotik.
Alu-alun yang biasanya ramai pada malam minggu saja, dijejali ribuan manusia yang berasala dari seluruh penjuru Bondowoso. Ibu-ibu, nenek-nenek, apalagi remajanya, jangan ditanya, mereka sudah berada dibarisan paling depan sekali. Anak-anak kecil mulai bayi sampai yang baru masuk sekolah PAUD pun dengan terpaksa mengikuti "ritual" tidak lumrah tersebut. Sambil terkantuk-kantuk mereka bergandengan dengan ayah ibunya pun juga setengah terlelap dalam gendongan orang tuanya.
Aku yang tanpa sadar juga terinfeksi fenomena itu, duduk-duduk di lesehan dekat penjual kacang rebus. Bercengkrama bersama Dian Wahyu, teman lama dan juga Mas Fahmi si penjual kacang rebus. Tak ada obrolan berarti yang terjadi. Mata kami jelalatan menikmati orang-orang yang hilir mudik. Sebuah fenomena menarik menurutku menkmati manusia ketika berjalan. Gaya jalannya, pandangan matanya, sikapnya ketika berjalan, serta raut wajahnya. Ada berbagai macam ekspresi yang tersajikan dari wajah-wajah itu.
"Berapa ya kira-kira dana yang dihabiskan untuk mengadakan acara ini?"
Tiba-tiba saja mulutku melontarkan ocehan sekenanya. Dian dan Mas Fahmi hanya terdiam, kaget sepertinya mendengar pertanyaannku.
"Bulan kemarin saya mengadakan acara reuni akbar dengan mendatangkan bintang tamu dari Jakarta habis sekitar 140 juta, Ustad."
Dian yang menyahuti pertanyaanku. Aku hanya terdiam membayangkan nominal yang disebutkan Dian.
"Kenapa, Nom?"
Mas Fahmi bertanya sambil menyelidiki raut wajahku. Rasa penasaran jelas terpancar dari pandangan matanya yang lekat menatapku.
"Tidak apa-apa," sahutku sambil menolehkan pandang pada seberang jalan.
Dian dan Mas Fahmi mengikuti pandangan mataku. Dan mereka mengerti (mungkin sekedar menduga) arah dari pertanyaanku.
Di seberang jalan tempat kami ngobrol, dua orang tukang becak separuh baya terduduk di atas becaknya. Ada pendar harapan untuk mendapatkan cipratan rejeki dari keramaian ini. Berharap satu dua orang penumpang menghampiri mereka dan naik becak mereka. Tapi tak satupun manusia mendatangi mereka. Hanya sunyi disela-sela dengung raungan sound system dan bunyi knalpot sepeda motor yang menggerayangi becak-becak mereka.
"Bondowoso... kemana sebenarnya kau akan melangkah? Apakah sekedar membangun image tentang pesatnya pembangunan yang serupa bayang-bayang lampu mercuri itu? Ataukah kau memang telah tidak peduli dengan segala keprihatinan yang dibangun para pendirimu yang dahulu? Ataukah kau memang sengaja dimatikan, sengaja dipensiunkan, sengaja dihunjamkan ke dalam lembah kemelaratan agar semua kekayaan alammu bisa dinikmati beberapa gelintir orang saja?" desahku.
Tidak ada jawaban. Semuanya diam dengan alam pikiran masing-masing. Aku semakin merasa terasing dari keramaian ini. Entah aku yang terlalu kolot tidak bisa mengikuti perkembangan jaman. Ataukah memang jaman yang telah sengaja membenamkan aku pada kesunyian.
"Dian, mari kita pulang," pintaku pada Dian Wahyu.
Tanpa meminta persetujuannya aku langsung bergegas meninggalkan alun-alun diiringi dengan pertanyaan yang semakin merayap dalam kepalaku.
"Bondowoso... kemana sebenarnya kau akan melangkah?"
Bondowoso, 13 Februari 2014
01. 59 wib
setelah keramaian yang membuatku sepi
(lanjutan)
2. Cara mendapatkan makanan
a). Tumbuhan
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan tumbuhan untuk bahan makanan, diantaranya :
a. Bukan tumbuhan/tanaman yang sudah dikenal sebagai tanaman/tumbuhan beracun.
b. Tidak bergetah susu
c. Pada batang dan daun tidak mempunyai bulu (kecuali tanaman yang sudah dikenal sebagai tanaman budidaya, misalnya : labu, timun, kacang koro, terong).
d. Tumbuhan terutama buahnya harus dilihat dan diperhatikan (apabila tidak dikenal/belum tahu jenis dan namanya) apakah ada binatang (hewan) yang memakan buah itu atau tidak.
Cara mendapatkannya :
a. Langsung diambil buahnya, misalnya : kelapa, semangka, pisang, jagung, dll.
b. Umbi akar, misalnya : kentang, ubi jalar, talas*, ketela pohon*, dll.
c. Daun, misalnya : kangkung, selada air (arnong), semanggi, dll.
d. Batang, misalnya : jamur.
* Untuk talas dan ketela pohon, ada beberapa jenis yang beracun dan memabukkan.
b). Hewan
Semua jenis hewan dapat diamnfaatkan menjadi makanan, diantaranya :
1. Semua jenis burung
2. Semua jenis ikan
3. Beberapa jenis serangga (belalang, capung, rayap, laron).
4. Beberapa jenis reptil (ular*, kadal, tokek).
5. Larva kumbang tanduk, larva kumbang kelapa yang berwarna putih*.
6. Telur burung dan ayam hutan.
7. Madu tawon/lebah hutan
Cara mendapatkannya :
a. Berburu, menjerat dengan perangkap.
b. Mengambil dari sarang.
c. Memancing disungai, danau, rawa, dan laut.
d. Untuk Larva Kumbang yang berwarna putih, cari kayu yang roboh dan lapuk.
e. Untuk ular, potong 1 jengkal dari kepala dan 2 jengkal dari ekor, kemudian digantung dengan posisi bagian ekor disebelah atas.
3. Cara memasak makanan
Banyak cara memasak makanan di alam bebas, yang paling sering adalah dengan peralatan yang sudah dijual bebas dan dikenal luas seperti kompor dan kelengkapannya. Beberapa cara yang mungkin sudah tidak umum lagi dikalangan orang kebanyakan, tetapi masih sering dilakukan oleh Pramuka dan Pecinta Alam adalah :
1). Menanak nasi dengan nasting, tanpa soblukan/tempat menanak nasi yang biasa dipergunakan.
Caranya :
1. Sediakan nasting dan plastik untuk tutup.
2. Sediakan air 1 botol aqua besar.
3. Masukkan beras pada nasting, taruh diatas perapian (kompor/api unggun kecil).
4. Isi dengan air secukupnya, jaga sampai mendidih.
5. Tutup permukaan nasting dengan plastik, tindih dengan kayu/pemberat lain.
6. Pada saat air hampir kering, tambahkan lagi terus sampai masak.
2). Menanak nasi/ketan dalam buah kelapa.
Caranya :
1. Sediakan kalapa muda (degan), buang kulitnya sampai tersisa batoknya saja.
2. Lubangi batok kelapa secukupnya (± sebesar ibu jari).
3. Masukkan beras/ketan ke dalam kelapa (± setengah dari volume kelapa).
4. Tutup lubang dengan sabut kelapa.
5. Bakar dengan api yang besar/pada saat acara api unggun taruh di api unggun.
6. Tunggu sampai tercium bau harum (± 45-75 menit), kelapa sudah matang dan nasi bisa dimakan dengan cara batok kelapa dipecahkan dahulu.
3). Menanak nasi dengan menggunakan bambu.
1. Ambil bambu setengah tua/jangan terlalu muda 1 ruas dengan buku-buku (sekat ruas) tidak dibuang.
2. Buat lubang disalah satu sekat/buku bambu.
3. Masukkan beras ke dalam lubang yang telah dibuat.
4. Isi dengan air secukupnya.
5. Bakar diatas api unggun.
6. Bila bambu dibelah dua, sediakan kawat untuk mengikat kembali bambu yang telah dibelah.
7. Tunggu ± 30-45 menit, sampai tercium bau harum dari beras yang masak.
4). Membakar ikan/ayam dengan lumpur.
1. Ikan yang telah dibuang kotorannya langsung dilumuri dengan lumpur.
2. Sebelum dilumuri dengan lumpur ikan diberi bubuk kopi dan gula sedikit ditempat kotoran ikan.
3. Bakar di atas perapian sampai tercium bau harum.
4. Tunggu sampai agak dingin, lumpur yang mengering dibuang perlahan-lahan.
Bila ayam yang akan dipanggang, maka buang jeroan ayam dan diganti dengan beras ketan.
1. Bulu ayam bisa dicabuti/dibersihkan ataupun tidak sama sekali.
2. Bakar di atas api unggun sampai tercium bau harum yang khas.
3. Tunggu sampai agak dingin (hangat), lumpur dibersihkan dan daging ayam akan bersih tanpa hangus bekas terbakar api.
5). Perlu diingat :
a). Bila menemukan/mendapatkan bahan makanan (tumbuhan) dan merasa ragu, karena tidak dikenal, maka coba bahan makanan tersebut sedikit. Rasakan dengan lidah, bila lidah terasa kaku, pekat bercampur pedas agak asin hentikan saja.
b). Bila tidak, ambil sedikit saja cukup untuk menjaga agar tidak lapar, tunggu 1 x 24 jam. Apakah ada akibat terhadap tubuh, misalnya : eneg, mual, gejala kejang, demam, dan lemah tidak bertenaga segera dihentikan dan cari bahan makanan lain.
c). Bila terjadi gejala keracunan, segeralah :
1. Muntahkan makanan/minuman yang baru saja dimakan.diminum.
2. Minum air kelapa (terutama kelapa hijau).
3. Beri minum minyak kelapa.
4. Beri minum campuran arang kayu dengan air/arang kayu ditumbuk halus dan langsung dimakan.
5. Beri minum/carikan madu.
6. Beri minum air + garam + teh tanpa gula.
7. Bila parah, segera bawa ke POS JAGAWANA terdekat untuk mendapatkan perawatan medis yang semestinya.
4. Beberapa peristiwa yang sering terjadi di alam bebas/hutan/gunung/rimba, diantaranya :
1. Tergigit binatang berbisa (ular, lipan, kalajengking dan beberapa jenis serangga).
2. Tergigit pacet dan lintah.
3. Keseleo, paling fatal patah tulang
4. Proses aklimatisasi yang lambat (adaptasi dengan cuaca dingin dan berkurangnya oksigen yang lambat/hipothermia).
Penanganannya :
a. Bebat ±1 jengkal dari tempat yang tersengat/tergigit dengan hasduk/slayer/bandana/scraaf. Ikat dengan kuat.
b. Bila tersengat lebah/serangga/kalajengking segera cari bunga melati/bunga apa saja. Remas sampai halus lalu lumurkan pada tempat yang tesengat.
c. Bila tergigit ular, setelah dibebat lukai tempat yang tergigit dengan pisau, lalu carikan katak hidup tempelkan/pijit darah yang mengandung racun sampai darah berubah menjadi merah segar. Ingat jangan coba-coba menghisap bisa (racun) karena dapat berakibat fatal.
d. Bila tergigit lintah/pacet, segera ambilkan tembakau/rokok tempelkan pada pacet/lintah yang menempel pada kulit.
e. Kalau tidak ada tembakau/rokok, ambilkan garam tempelkan pada lintah/pacet.
f. Segera bidai dengan kayu yang ringan dan diikat dengan kuat, pada tangan hasduk/slayer/scraaf/bandana bisa digunakan sebagai penyangga.
g. Hangatkan badan penderita dengan jaket/minyak kayu putih/bawang putih yang dihaluskan ddan dibalurkan pada tubuh.
h. Beri makanan dan minuman penghangat, bila tidak mau harus dipaksa. Agar kondisi badan tidak terlalu drop.
i. Pergunakan logistik (air dan makanan) sebaik-baiknya, kecuali memang dirasa lebih.
j. Persiapkan mental dan fisik.
5. Beberapa ciri-ciri binatang berbisa/beracun :
1. Kalajengking, akan tercium bau seperti cuka tumpah.
2. Musang, bau harum pandan.
3. Lipan/kaki seribu, bau apek agak masam.
4. Ular, ada beberapa jenis yang mengeluarkan bunyi seperti jengkrik.
5. Mempunyai warna yang mencolok dan berwarna warni
Bondowoso, Nopember 2006
Disampaikan pada acara
PSKB Pramuka STAIN Jember
Rahman El Hakim ”HIPADEBARA”
Dari Berbagai Sumber
(lanjutan)
a. Buat lubang ditanah dengan bentuk :
6). Menyaring/mengendapkan air dari selokan/air sawah/air sungai yang kotor.
Caranya :
a. Sediakan 2 wadah, untuk tempat air. Salah satu dikosongi.
b. Ambil air dengan wadah yang telah disediakan.
c. Saring air dengan hasduk/slayer/scraaf/bandana sampai kejernihan air dirasa cukup.
7). Menyaring air dari lumut.
Caranya :
a. Ambil lumut yang lembab (mengandung air) sebanyak-sebanyaknya.
b. Sediakan wadah, untuk menampung air.
c. Sediakan kain untuk penyaring (hasduk/slayer/scraaf/bandana/kaos kaki/baju), taruh diatas wadah.
d. Peras lumut diatas saringan yang telah disediakan.
Setelah air yang telah di dapat dirasa cukup, saring lagi sampai jernih.
8). Penyulingan alam.
Caranya :
|
a. Buat lubang ditanah dengan bentuk :
b. Sediakan 2 kantong plastik. Satu untuk penutup atas lubang.
c. Tunggu ± 10-12 jam, maka kantong plastik akan terisi air bersih.
d. Diharapkan pada saat buang air kecil disekitar lubang.
Bila ke-8 hal diatas tidak ada, segala usaha mengalami jalan buntu maka kita dapat menangkap binatang (mis : tikus, burung, dll) untuk diambil darah dan dagingnya. Karena darah mengandung semua unsur yang dibutuhkan oleh tubuh. Ingat bahwa bila manusia kekurangan 15% cairan dari berat tubuhnya akan mengalami kematian, dan manusia yang kekurangan air lebih rawan sakit dan mati dibandingkan dengan manusia yang kekurangan makanan.
2. Cara mendapatkan makanan
a). Tumbuhan
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan tumbuhan untuk bahan makanan, diantaranya :
a. Bukan tumbuhan/tanaman yang sudah dikenal sebagai tanaman/tumbuhan beracun.
b. Tidak bergetah susu
c. Pada batang dan daun tidak mempunyai bulu (kecuali tanaman yang sudah dikenal sebagai tanaman budidaya, misalnya : labu, timun, kacang koro, terong).
d. Tumbuhan terutama buahnya harus dilihat dan diperhatikan (apabila tidak dikenal/belum tahu jenis dan namanya) apakah ada binatang (hewan) yang memakan buah itu atau tidak.
Cara mendapatkannya :
a. Langsung diambil buahnya, misalnya : kelapa, semangka, pisang, jagung, dll.
b. Umbi akar, misalnya : kentang, ubi jalar, talas*, ketela pohon*, dll.
c. Daun, misalnya : kangkung, selada air (arnong), semanggi, dll.
d. Batang, misalnya : jamur.
* Untuk talas dan ketela pohon, ada beberapa jenis yang beracun dan memabukkan.
b). Hewan
Semua jenis hewan dapat diamnfaatkan menjadi makanan, diantaranya :
1. Semua jenis burung
2. Semua jenis ikan
3. Beberapa jenis serangga (belalang, capung, rayap, laron).
4. Beberapa jenis reptil (ular*, kadal, tokek).
5. Larva kumbang tanduk, larva kumbang kelapa yang berwarna putih*.
6. Telur burung dan ayam hutan.
7. Madu tawon/lebah hutan
Cara mendapatkannya :
a. Berburu, menjerat dengan perangkap.
b. Mengambil dari sarang.
c. Memancing disungai, danau, rawa, dan laut.
d. Untuk Larva Kumbang yang berwarna putih, cari kayu yang roboh dan lapuk.
e. Untuk ular, potong 1 jengkal dari kepala dan 2 jengkal dari ekor, kemudian digantung dengan posisi bagian ekor disebelah atas.
(bersambung)
SURVIVAL
Survival adalah cara mempertahankan hidup di alam bebas dengan
memanfaatkan potensi alam yang ada. Meliputi :
1. Cara
mendapatkan bahan makanan
2. Cara
mendapatkan air
3. Cara
bertahan dari serangan binatang berbisa dan buas
4. Cara
memasak makanan
5. Cara
menghadapi/menanggulangi cedera ringan, keracunan.
Pada intinya semua yang berada di alam dapat kita manfaatkan sebagai
bahan makanan dan minuman, tetapi karena kebiasaan dan pengetahuan kita yang
sedikit membuat semua hal tersebut menjadi terbatas. Kali ini kita akan
membahas tentang makanan dan minuman.
1. Cara mendapatkan air, meliputi :
1). Mencari sumber-sumber air yang ada di alam.
2). Menampung dari air hujan.
3). Manampung dari akar-akar tumbuhan
Caranya :
Cari pohon yang secara umum mengandung banyak air, misalnya : randu,
a. Gali disekitar pangkal batang sampai sedalam ±30-50 cm.
b. Pada tumbuhan dikotil, cari akar yang agak besar (sebesar lengan)
c. Potong akar tersebut dengan garis potong miring.
d. Taruh wadah (botol/gelas) dibawah akar yang telah dipotong tadi.
e. Tunggu ±3-5 jam, air sudah dapat diambil dan dipergunakan.
4). Mengambil air dari batang pohon
Pohon-pohon tertentu {bambu, rabet (sejenis tanaman
merambat), pisang*, tebu} banyak mengandung air.
a. Potong batang bawah tumbuhan tersebut, miring.
b. Air langsung dapat diwadahi dengan botol/gelas/ kantong plastik
ataupun langsung diminum.
* Untuk batang pohon pisang :
a. Potong batang pisang ± 1 meter dari pangkal batang.
b. Pilih batang pisang yang sudah berbunga/hampir berbunga.
c. Buatlah lubang/sumur ditengah-tengah batang pisang (hati batang
pisang)
d. Tunggu ± 2-3 jam, air bisa diambil.
e. Campur air dengan sedikit garam.
5). Mengambil dari buah-buahan.
(bersambung)
SESEORANG YANG KUPANGGIL
(part X)
(part X)
diam sendiri di antara relung sepi
eja kerlip lampu temaramnya kota
setitik sinar jatuh dalam palung akanan
garis wajahmu samar mewujud
perih
alunan dangdut dari seberang jalan hempaskan lamunku
begitu repih bait-bait udara ini
hablurkan panggilku pada angin
berdansa
menarilah kembang-kembang langit
aku bercermin dengan ruang waktu
usaikah?
Bondowoso, 30 Mei 2016
19.41 wib
SESEORANG YANG KUPANGGIL
(part X)
(part X)
engkaukah yang telah sematkan buram
di tiap bulir embun
mengapa
engkaukah yang telah tumpahkan kidung hujan
dalam tiap tangisan
bagaimana
rasaku belum pernah ngembara ke negeri itu
siapa
ah, rinduku semalam tak kunjung usaikan wajahmu
mungkinkah?
Bondowoso, 1 Juni 2016
10. 04 wib
SESEORANG YANG KUPANGGIL
(part VII)
ketika perih ini menggigit
makin jelas jarak buramkan wajahmu
kala pedih ini memeluk raga
makin samar ingatanku tentang bening telaga teduhmu
pilu
inikah bait-bait angin yang kita jadikan prosa
resah
inikah goresan-goresan yang dilukis rerumputan
biar! biarlah kutafakuri tarian rimba raya
dalam sepi paling sunyi malam
doa-doa semesta di sujudku
air mata rela persaksikan debu
mencari adamu
kekasih
O...
Jember, 6 Juni 2016
21: 51: 09