MENOLEHLAH (sajak 2018)
15.15.00
MENOLEHLAH
Jika kota—rimba beton, pohon besi, dan
gemuruh klakson—tenggelam dirimu di laut keputusasaan. Melemparmu pada bosan
yang diam-diam terus gerogoti hidup. Lontarkan pingsan sadarmu pada realita
palsu
Menolehlah
Aku masih duduk di pinggir sungai.
Memegang joran, kail, dan umpan. Menghayati celoteh prenjak, pipit, dan tupai
yang berlarian di ranting-ranting bambu. Gemericik air di sela batu-batu.
Menggoyang sulur ilalang. Lumut tumbuh seperti beludru. Kemarilah menuai rindu
Tak ada listrik, handpone, juga
televisi. Api unggun tempat menghangatkan sepi. Kita berbagi. Bernyanyi dan
menari
Memanen mimpi
Bondowoso, Februari – Maret 2018
MUARA
malam ini akan aku bacakan sajak yang
kutulis di udara
tentang telaga yang memantulkan cerlang
cahaya
lintang panjer paling kartika
sinar tajamnya hunjam jarak antara
kata dan asa yang tercipta
sekian amsal peristiwa
luka belum pernah purna
tanya makin gegap di dada
ke mana muara segala makna?
malam ini akan aku tuliskan seribu
geguritan
sebagaimana laksmi menuliskannya di
lembaran sutra
cinta
Bondowoso, 23 Februari 2018
21.12
wib
0 komentar