NASKAH TEATER (II)

03.24.00




NGONO YO NGONO NANGING JO NGONO

Adaptasi dari novel
“The 100 Year Old Man Who Climbed Out Of The Window And Dissapeared”


Naskah karya : Rahman el Hakim



BABAK I

Rumah Lansia

Beberapa orang lansia tampak sibuk mempersiapkan ruang aula untuk melaksanakan peringatan ulang tahun salah satu penghuni tempat itu. Direktur Allice datang dan menanyakan kesiapan pelaksanaan acara.
1.             Allice                 : Apa semuanya sudah siap? Apa tidak ada yang ketinggalan?
2.             Penghuni            : Semuanya sudah siap. Kita tinggal melaksanakan saja.
(para penghuni kemudian keluar kembali ke ruangan mereka masing-masing)
3.             Allice                 : (duduk di meja kerjanya. Memeriksa susunan acara, daftar tamu undangan)
4.             Allan                  : (masuk tanpa bersuara. duduk sambil memperhatikan Direktur Allice
dengan acuh tak acuh)
5.             Allice                 : Allan… astaga! Kau selalu memberiku kejutan. Tiba-tiba saja masuk,
duduk, dan tetap tidak bersuara! Kau ini seperti hantu yang datang diam-diam. Muncul begitu saja. Tidak bisakah kau mengetuk pintu atau mengucap salam sebelum masuk ke sini?
6.             Allan                  : (tetap diam dan acuh, matanya memandang kejauhan, sesekali dia melirik
pada Direktur Allice)
7.             Allice                 : Allan…! Kenapa kau menatapku seperti itu? Heran? Kau heran dengan
kesibukanku dan kesibukan seluruh penghuni tempat ini?
8.             Allan                  : (menghela nafas dan menoleh, memperhatikan Direktur Allice yang sedang
berceramah dari tempat kerjanya)
9.             Allice                 : (berdiri, berjalan mendekati Allan) Kau bertanya kami sedang
mempersiapkan apa? Iya, kami sedang mempersiapkan perayaan ulang tahunmu yang ke seratus tahun. Seratus… kau dengar Allan?
10.         Allan                  : (mengangguk-angguk) Tentu aku senang sekali, Allice…
11.         Allice                 : Dan kau harus tahu, 100 tahun itu bukan waktu yang singkat, bukan angka
yang sedikit, tetapi banyak, sangat banyak, sama banyaknya dengan botol-botol vodka yang kau sembunyikan di kamarmu.
12.         Allan                  : (diam seolah-olah sedang memikirkan ucapan Direktur Allice)
13.         Allice                 : Aku harap, kali ini kau tidak berulah di acara peringatan ini. Kau tahu?
Dalam list catatan undangan yang aku buat, walikota juga berkenan hadir! Ingat Allan… berkali-kali aku katakan padamu, indera keenamku memonitormu setiap saat! Oh iya… hampir lupa… Bagaimana kabarmu hari ini, Allan?
14.         Allan                  : (acuh tak acuh) Tentu aku senang sekali. Perayaan ini membuatku
tersanjung. Aku merasa 100 tahun bukanlah usia yang renta, justru aku merasa sangat muda, sama ketika aku berusia 17 tahun. Tetapi aku bertanya kepada diriku sendiri, sebenarnya ini sebuah perayaan ataukah sebuah penghinaan?
15.         Allice                 : Allan…! Kau sebut ini penghinaan? Kau sebut ini penghinaan?
16.         Allan                  : Iya… aku merasa seperti barang antik yang sangat langka dan berharga
mahal. Kemudian kau membuatkan aku sebuah kurungan, atau penjara, iya tepatnya penjara. Lalu semua orang datang melihatku, memperhatikanku, seolah-olah aku ini tontonan yang sangat menarik! Ah… terima kasih kau telah berhasil menghukumku, Allice…
17.         Allice                 : Dasar tua bangka sialan! Tak bisakah kau berterima kasih dan memberikan
penghargaan jerih payah kami? Ingatkah kau ketika kau hampir mati kedinginan, depresi, dan menjadi gelandangan yang tak punya tempat tinggal? Aku capek dan muak dengan sikapmu, Allan! Ingat aku tidak akan membiarkanmu merusak acara ini! Camkan itu, Allan…! (pergi meninggalkan Allan sendirian)

Allan memperhatikan sekeliling, mengambil jaket lusuhnya. Ia merasa aman, dengan mengendap-endap, Allan melompat dari jendela pelan-pelan. Dengan perasaan lega bercampur was-was, ia memperhatikan rumah lansia untuk terkahir kalinya. Perlahan ditinggalkannya tempat itu…

Babak II

Taman Kota
Allan menghela nafas panjang. Sesekali ditolehkannya pandangan ke arah Rumah Lansia yang sudah cukup jauh ditinggalkannya. Ada rasa was-was, khawatir di dadanya. Jangan-jangan kepergiannya telah diketahui oleh orang-orang di Rumah Lansia? Dan mereka bergegas mengejarnya.
Allan               : Hhhh… akhirnya bisa juga aku pergi dari tempat sialan itu.

Terminal
Allan duduk di bangku penumpang di ruang tunggu yang sepi. Beberapa bangku sudah rusak beberapa bagiannya. Ada yang terlepas pakunya, serta beberapa coretan menghiasi di sudut dekat kantor penjaga terminal.
18.         Allan                  : Sudah lama aku tak duduk di sini. Menikmati sebatang rokok dan
mencermati orang-orang yang lalu lalang, terburu-buru, gelisah, dan segala macam rupa manusia dengan segala macam tujuannya. Hhhhhh… (menghela nafas panjang)
19.         Perempuan         : Huh… masak aku harus naik bus sih? Cuma jemput saja kok ya nggak mau?
Rapat lah! Ada tugas lah…! Lha terus aku ini dianggap apa? Hiasan saja? Huh… awas ya!
20.         Allan                  : (melirik sebentar dan tetap diam)
21.         Perempuan         : Ihh… ini lagi! Mana ruang tunggunya sudah jelek begini, masih ditambah
penjaga yang sudah peot!
22.         Allan                  : (memperhatikan si perempuan)
23.         Perempuan         : Busnya berangkat jam berapa? Bapak petugas terminal ini kan? Apa busnya
pakai AC? Atau…
24.         Allan                  : (tetap diam dan mengalihkan pandangan kea rah lain)
25.         Perempuan         : Pak… busnya berangkat jam berapa? Huh… sudah tua, budek lagi! Pak…
Pak… busnya berangkat jam berapa?
26.         Allan                  : (menoleh kea rah perempuan dan memperhatikan perempuan itu dengan
seksama)
27.         Perempuan         : Aduh… sialan! Malah kebelet lagi! Pak, toiletnya di mana ya?
28.         Allan                  : (menelengkan kepala) Apa…?
29.         Perempuan         : Toiletnya di mana ya? Dasar budek…
30.         Allan                  : (Menunjuk satu arah…)
31.         Perempuan         : Oooo… bilang kek dari tadi. Pak, titip tas saya ya? Awas jangan dibuka-
buka apalagi dibawa minggat. Ini tas mahal…
32.         Allan                  : (Diam dan menganggukkan kepala)
33.         Perempuan         : Awas… jangan dibuka apalagi dibawa minggat lho ya…
(perempuan itu pergi ke toilet)
34.         Allan                  : Dasar perempuan…
Tiba-tiba terdengar klakson bus…
Perempuan itu masih belum keluar dari toilet. Allan bingung, apakah dia berangkat sendiri atau menunggu perempuan yang menitipkan tas padanya…
35.         Allan                  : Ah… kenapa harus bingung? Bukankah aku pergi dari Rumah Lansia itu
karena ingin bebas? Bukankah aku ingin menikmati kehidupan seperti burung yang bisa terbang kemana saja? Tapi tas ini bagaimana? (melihat kea rah toilet)


Suara klakson bus semakin nyaring berbuar riuh penumpang yang berebut naik. Kondektur bus juga memberitahukan bahwa bus akan segera berangkat…
36.         Allan                  : Huh… kenapa harus bingung? Allan… Allan… kau ini sudah seratus tahun!
Hal sepele seperti ini masih saja kau pikirkan. Kapan lagi kau akan dapat kesempatan baik seperti ini? Bawa saja ta situ, dan nikmati kebebasan yang telah kau dapatkan. Hahaha……
(Allan naik ke dalam bus dan membawa tas perempuan itu)
37.         Perempuan         : Lho…? Pak… Pak… (mencari-cari Allan dan tas yang dititipkannya)


BABAK III

Rumah Lansia
Sementara itu di Rumah Lansia, Direktur Allice sedang mondar mandir di ruang kerjanya karena Allan masih belum kelihatan. Acara perayaan ulang tahun Allan yang keseratus tahun akan segera dimulai, dan Allan masih belum keluar dari kamarnya…
38.         Allice                 : Allan… aku tahu kau ada di dalam. Jangan coba-coba mengacaukan semua
rencana yang telah aku susun. Kau tahu Allan, acara ini telah menghabiskan dana yang sangat besar, dan aku tidak akan memaafkanmu jika kau bertindak bodoh.
Allan belum juga muncul…
39.         Allice                 : Allan… Allan… keluar Allan… atau kau paksa aku untuk mendobrak pintu
kamarmu? Allan… (Allice mulai emosi)
40.         Allice                 : Allan… oke akui bahwa selama ini aku tidak begitu baik kepadamu. Tapi
tahukah apa alasanku bertindak begitu? Aku ini seorang perempuan yang berharap setelah lulus sekolah bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, gaji yang cukup, dan akhirnya menikah. Tapi apa yang aku dapatkan? Pekerjaan begitu susah didapatkan. Aku diterima di tempat ini, sebagai Direktur Rumah Lansia. Direktur… sebuah jabatan yang terdengar keren, tapi tak cukup memberiku ruang untuk bisa mengikuti semua perkembangan jaman, mengikuti mode baju terbaru, dan parahnya gaji yang hanya pas-pasan. Mengurusi orang yang sudah tua dan dibuang dari keluarga mereka, sama merepotkannya dengan mengurusi bayi. Dan aku benci itu! Kau dengar Allan… aku benci pekerjaan ini! Jadi aku terpaksa melakukan semuanya. Dan kau… iya kau Allan, adalah orang tua yang paling menyebalkan yang aku temui di sini. Jadi Allan… aku mohon sekali ini saja, jadilah orang yang manis, yang anteng, dan tidak menjadi sumber masalah bagi kelanjutan karierku…Suasana tetap sepi, Allan tetap tidak menyahut…
41.         Allice                 : Allan… aku mohon sekali ini saja, kau mau berkompromi denganku! (tetap
sepi) Baik…! Baik…! Kau memang laki-laki tua yang tak tahu berterima kasih, Allan. Aku akan menghitung sampai tiga, jika kau tetap tidak keluar, aku akan mendobrak pintu kamarmu yang reyot ini!
Tidak ada tanda-tanda Allan akan keluar…
42.         Allice                 : Satu… dua… tiga… (Allice mendobrak pintu kamar Allan, dan mendapati
kamar itu kosong tanpa penghuni) Allan… Allan… Alllaaaaaaaaannnn….


Selesai
  


Bondowoso, 1 November 2014
04.45 wib

mari nikmati secangkir kopi
sambil siapkan cerita pada matahari
tentang suasana hati
mimpi yang belum usai dimaknai
malam tadi

?2432-.!42x13

Catatan:
Meraih "Naskah Terbaik" Festival Fragmen Budi Pekerti Propinsi Jawa Timur tahun 2014

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook