PERJALANAN MELELAHKAN (bagian 1)
11.29.00
CATATAN PEMENTASAN MONOLOG 'MULUT'
UKM-K DOLANAN 2017
Perhelatan ‘Senyum Dolanan 7’ berlanjut
pada malam Senin, 17 Desember 2017 dengan pementasan teater. Ada dua sajian
yang dipentaskan yaitu monolog ‘Mulut’ karya Putu Wijaya dan naskah ‘Kamit’
sebagai pemuncak acara.
Monolog 'MULUT'
Naskah monolog yang sudah berkali-kali
dipentaskan berkali-kali oleh banyak komunitas, actor, dan dilakukan diberbagai
tempat. Naskah yang terus menerus ditafsir, dan dipentaskan dengan berbagai
sudut pandang-sudut pandang serta artistic baru.
Pengertian monolog menurut KBBI:
monolog/mo·no·log/ n 1 pembicaraan
yang dilakukan dengan diri sendiri; 2 /Sen/ adegan sandiwara
dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri;
Pengertian berdasarkan
asal katanya:
“Monolog berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari mono artinya satu dan legein artinya berbicara. Jadi monolog artinya satu
orang yang berbicara. Hanya satu orang yang menentukan pokok pembicaraan dan
yang lainnya diam saja.”
Pengertian menurut para ahli:
“Monolog
adalah suatu ilmu terapan yang mengajarkan tentang seni peran di mana hanya
dibutuhkan satu orang atau dialog bisu untuk melakukan adegan/sketsa nya.
Monolog
adalah percakapan seorang pemain dengan dirinya sendiri. Apa yang diucapkan itu
tidak ditujukan kepada orang lain. Monolog dalam seni drama adalah
pementasan peran yang dilakukan oleh satu pemain atau sendirian.”
Ada pertanyaan yang menjadi semacam
tantangan tersendiri kepada setiap aktor, sutradara, dan team produksi ketika
mementaskan naskah monolog. Pertanyaan yang akan mendapatkan jawaban
berbeda-beda dalam setiap kesempatan pementasan.
Sudut pandang baru, musik ilustrasi,
property yang digunakan, tata lampu, kostum, dan make-up sebagai wujud dari
proses menafsir naskah, latihan, dan persiapan lainnya yang dilakukan oleh aktor,
sutradara, dan team produksi.
Pementasan—teater, tari, dll—merupakan puncak
dari sekian banyak persiapan dan latihan yang dilakukan oleh aktor, sutradara,
dan team produksi. Pementasan seperti sebuah kelahiran setelah mengalami masa
kehamilan dalam rentang waktu sekian lama. Dibutuhkan energi besar dan
persiapan yang matang untuk mencapainya.
Aktor merupakan tokoh utama di atas
panggung untuk menyampaikan hasil penafsiran sutradara terhadap naskah, sudut
pandang yang didapatkannya, dan juga imajinasi (ide) yang diperolehnya dari
naskah. Di sisi lain, aktor merupakan tokoh utama yang tidak hanya melibatkan
fisiknya untuk merealisasikan naskah dalam bentuk gerak, tetapi sekaligus
meresapkan makna yang didapatkan oleh batinnya ketika proses latihan.
Hal paling utama yang harus diselesaikan
oleh aktor sebelum pentas adalah dirinya sendiri. Kesiapan fisik (stamina),
kemampuan mewujudkan ide (imajinasi) menjadi sebuah gerak, mimic, gesture, dan
vocal di atas panggung. Hal-hal dasar ini harus benar-benar diperhatikan dan
dipersiapkan (dilatih) dengan baik oleh aktor. Naskah monolog ‘Mulut’
membutuhkan stamina yang luar biasa dari seorang actor untuk mementaskannya.
Lima belas menit awal pementasan naskah
monolog ‘Mulut’ yang dilakukan oleh teman-teman UKM-K Dolanan cukup menarik. Lonjakan-lonjakan
emosi yang ada di dalam naskah cukup mampu memberikan ruang tafsir baru kepada
penonton. Tetapi setelah itu, pementasan menjadi sangat mekanis dan terkesan
terburu-buru.
Ilustrasi musik yang kurang mendukung,
dan tata lampu tidak cukup mampu mengarahkan aktor untuk me-manage staminanya. Dampaknya
adalah lonjakan-lonjakan emosional menjadi kurang tertata, penyampaian naskah
terlalu cepat, dan perpidahan (transisi) dari satu karakter ke karakter lain
kurang nampak.
Perpidahan posisi (moving) aktor juga
menjadi satu dari beberapa sebab stamina aktor cepat habis. Posisi aktor ketika memainkan perannya kurang diperhatikan akan menyebabkan aktor cenderung berpindah-pindah posisi
dengan cepat, dan hal ini menguras stamina si aktor itu sendiri. Kecenderungan lainnya adalah aktor hanya diam di satu tempat saja sehingga pementasan menjadi kurang menarik.
Musik ilustrasi dalam pementasan berfungsi mendukung aktor, memacu dan memicu batin si aktor untuk terlibat bukan hanya
secara fisik semata tetapi dengan perasaannya. Pementasan kali ini, musik ilustrasi
sangat kurang mendukung aktor. Entah karena para pemain musik ilustrasi yang
kurang memahami isi naskah dan urutan adegan per adegan, atau karena jarangnya
mereka berlatih bersama dengan aktor untuk menemukan ilustrasi yang
mendukung tafsir sutradara terhadap isi naskah, atau karena hal lainnya, hal
ini seharusnya bisa diminimalisir sebelum pementasan.
Tata lampu juga memiliki fungsi yang
tidak kalah penting di dalam pementasan. Tata lampu merupakan sarana untuk
menciptakan dan menyampaikan kepada penonton tentang suasana ketika adegan
berlangsung. Apakah suasananya mencekam, menakutkan, sedih, atau gembira. Pada pementasan
kali ini, tata lampu seolah-olah hanya sebuah formalitas belaka yang tidak
mampu memberikan sumbangsih apapun kepada pementasan si aktor.
Setiap aktor yang telah dipilih oleh
sutradra adalah bahan mentah yang memiliki potensi dan kualitas masing-masing. Jangan
sampai potensi dan kualitas ini menjadi terhambat keluar karena sutradara dan
team pendukung lainnya hanya berproses setengah-setengah dalam proses
penggarapan.
Ada banyak alasan, ada banyak alibi, ada
banyak jawaban untuk pernyataan di atas. Satu hal yang harus kita renungkan
bersama adalah:
“Seni itu ada sebagai sebuah media
(alat) untuk mengenal diri sendiri, membangun komunikasi, mencipta, membangun,
menata, dan memperbaiki adab masing-masing individu untuk kemudian mencipta,
membangun, menata, dan memperbaiki adab manusia secara umum."
Tahu kapan waktunya berhenti dan mengerti kapan waktunya berjalan adalah hal lain yang harus kita renungkan bersama-sama. Ijinkan saya menutup tulisan ini dengan kalimat:
Selamat dan Sukses kepada UKM-K DOLANAN Fakultas Tekhnologi Pertanian Universitas Jember yang telah menyelenggarakan acara 'SENYUM DOLANAN 7'.
Mari terus belajar, berproses, dan menemukan ruang-ruang kesadaran baru.
Salam Budaya
Jember, 20 Desember 2017
11. 29 wib
0 komentar